searchclear input

Apakah Kamu Perlu Detoks Digital?

Apakah Kamu Perlu Detoks Digital?

Pandemi ini membuat kita terinspirasi untuk mulai menerapkan pola hidup sehat, tetapi perangkat digital dapat menjadi penghalang antara kamu dan hidup sehat. Menurut data statistik survei bulan Maret tahun 2020 dari Statista, seluruh dunia mengalami peningkatan pemakaian internet 70% lebih banyak dari biasanya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa satu orang dapat menghabiskan waktu kira-kira 12 jam menjelajahi internet setiap hari. Lalu, apakah kita perlu detoks digital di masa pandemi ini?

Alasan Untuk Detoks Digital

Coba bayangkan apakah kamu bisa hidup di sebuah pulau tanpa perangkat digital? Melansir dari Verywell Mind, detoks digital mengacu pada sebuah periode ketika seseorang menahan diri untuk tidak menggunakan perangkat teknologi seperti ponsel, televisi, komputer, tablet, dan situs media sosial. Berikut alasan kenapa kita perlu detoks digital di masa pandemi ini:

  • Perangkat Digital Dapat Mengganggu Kualitas Tidur

    Seperti bukan hal yang asing lagi mendengar kalau main handphone malam hari, apalagi sebelum tidur membuat kamu susah tidur. Menurut salah satu penelitian yang diterbitkan pada tahun ini dari Sleep Health, memperlihatkan pengguna yang terpapar cahaya pada layar di malam hari dikaitkan dengan inersia tidur atau susah untuk bangun pagi, merasa kantuk, gangguan kognitif dan psikomotor yang membuat kamu kesulitan melakukan kegiatan yang kompleks.

    Dalam penelitian tersebut juga menunjukkan paparan cahaya layar 1,5 jam sebelum tidur atau saat terbangun di malam hari juga dikaitkan penurunan kualitas tidur dan kelelahan pada siang hari. Mungkin kamu bisa coba mendengarkan audiobook daripada melihat atau membaca di ponsel kamu sebelum tidur, karena menjaga kualitas tidur adalah salah satu penerapan pola hidup sehat.

  • Penggunaan Perangkat Digital Berlebihan Mungkin Terkait Dengan Masalah Kesehatan Mental

    Dalam sebuah studi diambil dari jurnal Child Development menemukan bahwa penggunaan perangkat digital sehari-hari berkaitan dengan resiko bermasalah dengan kesehatan mental di kalangan remaja, seperti ADHD, Conduct Disorder dan ketidakteraturan.

Selain itu, penelitian dari University of Pennsylvania memperlihatkan dengan membatasi pemakaian media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Snapchat pada mahasiswa menjadi 30 menit setiap hari, memperlihatkan kurangnya simptom depresi dan kesepian.

Untuk kamu yang ingin mulai menerapkan pola hidup sehat, bisa dimulai dengan membatasi penggunaan media sosial dan bertanya kegunaan dan fungsi dari media sosial tersebut terhadap diri kamu? Dilansir dari Psychology Today, mencari distraksi melalui media sosial dapat berkembang menjadi sebuah kecanduan.

  • Konektivitas Melalui Digital Membuat Kita Merasa FOMO

    Kira-kira berapa kali dalam sehari kamu memeriksa atau hanya melirik ponsel kamu padahal tidak ada pesan ataupun notifikasi yang masuk? Istilah FOMO atau biasa dikenal sebagai fear of missing out, membuat kita merasa takut tertinggal dari orang lain.

Merasa FOMO terus menerus dapat menganggu kesehatan mental juga. Dikutip dari situs Verywell Mind mengatakan terdapat kaitan antara tingkat kebahagian dengan FOMO. Selain itu merasa takut tertinggal membuat kita mudah teralih perhatiannya.

Contoh yang diambil dari artikel Verywell Mind memperlihatkan FOMO juga berkaitan dengan tidak fokus saat menyetir. Dalam beberapa kasus hal ini dapat menjadi fatal.

Mulai Pola Hidup Sehat Dengan Menggunakan Perangkat Digital Secara Mindful

Kalau berbicara soal pola hidup sehat, yang pertama kali muncul dibenak kita pasti makan-makanan sehat dan rutin olah raga. Namun, kesehatan kita juga dipengaruhi dari bagaimana kita menggunakan perangkat digital yang berkaitan dengan kesehatan mental.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perangkat digital dapat meningkatkan produktivitas kita, tetapi jika tidak digunakan secara sadar dan midnful, penggunaan perangkat digital akan menghalangi kamu untuk hidup sehat.

Berikut cara menggunakan perangkat digital secara mindful, tips dari Blake Snow, penulis dari Log Off: How to Stay Connected after Disconnecting, dan Outsmart Your Smartphone: Conscious Tech Habits for Finding Happiness, Balance, and Connection IRL:

  • Bagi waktu kamu menjadi 3 waktu.

    Contoh, gunakan 8 jam untuk bekerja, 8 jam untuk tidur dan sisa 8 jam lagi untuk waktu luang, dimana kamu bisa melakukan hobi. Ketika kamu sedang bekerja, kemungkinan besar kamu akan selalu berada di depan layar. Oleh sebab itu coba gunakan kira-kira 8 jam waktu luang tersebut untuk tidak melihat layar apapun.

  • Setiap kali kamu mengecek ponsel, tanya kenapa dan tujuan kamu mengecek ponsel tersebut.

    Tentunya, ponsel membantu kita menjadi lebih produktif. Namun seringkali, kita menggunakan ponsel untuk mengalihkan perhatian. Saat seru menggunakan ponsel sering kita mengabaikan apa yang terjadi tepat di depan kita.

    Mungkin saat kita duduk sendiri atau merasa sendirian dengan sekelompok orang, kita bisa memilih untuk tidak menggunakan ponsel, melainkan coba untuk lebih memerhatikan sekitar. Kemudian kita ingat bagaimana menjadi hadir dan memerhatikan akan membuat kita lebih merasa terhubung daripada melalui ponsel.

  • Luangkan Waktu Secara Rutin Untuk Terbebas dari Teknologi

    Blake menghabiskan satu minggu saat musim semi dan gugur menjauh dari perangkat teknologi, dia sebut praktik ini sebagai ‘puasa dari teknologi’. Cukup ekstrim? Mungkin iya. Tetapi Blake merasa dengan menjauh dari teknologi dia merasa lebih dekat dengan alam dan keluarganya.

    Jika kamu merasa gelisah saat jauh dari ponsel, kamu bisa coba mulai dengan tidak menggunakan ponsel kamu sama sekali selama 6 jam, dan perlahan-lahan coba untuk luangkan waktu secara rutin setiap bulannya untuk terbebas dari teknologi.

    Namun, dikarenakan pekerjaan membuat kita hampir tidak mungkin untuk terbebas dari teknologi. Maka dari itu coba gunakan teknologi hanya untuk keperluan khusus seperti pekerjaan dan terhubung dengan orang yang kita cintai bukan sebagai distraksi.

Persiapkan Diri Sebelum Detoks Digital

Mulai pola hidup sehat dari detoks digital memerlukan persiapan secara mental. Sebelum kamu memutuskan apakah cara menggunakan perangkat digital di atas tepat untuk kamu, coba pertimbangkan dan bayangkan terlebih dahulu alasan kamu menggunakan teknologi dan media sosial selain untuk pekerjaan.

Pertimbangkan juga apakah teknologi dan media sosial membebani kamu selama ini? Jika iya, maka detoks digital bisa menjadi awal mula untuk kamu hidup lebih bahagia dan pastinya sehat.

Untuk kamu yang mungkin masih bingung mencari tujuan dan arah hidup, kamu bisa coba cari tahu juga passion kamu melalui metode Ikigai. Metode ini sudah sangat terkenal dan merupakan rahasia dari orang-orang di pulau Okinawa, Jepang untuk hidup selama 100 tahun!

Referensi:

  1. Bhat, S., Pinto-Zipp, G., Upadhyay, H., & Polos, P. G. (2018). “To sleep, perchance to tweet”: in-bed electronic social media use and its associations with insomnia, daytime sleepiness, mood, and sleep duration in adults. Sleep health, 4(2), 166–173. https://doi.org/10.1016/j.sleh.2017.12.004
  2. Cherry, Kendra. (2020, March 17). What is a Digital Detox?. Verywell Mind. Retrieved from https://www.verywellmind.com/how-do-smartphones-affect-the-brain-2794892
  3. George, M. J., Russell, M. A., Piontak, J. R., & Odgers, C. L. (2018). Concurrent and Subsequent Associations Between Daily Digital Technology Use and High-Risk Adolescents’ Mental Health Symptoms. Child development, 89(1), 78–88. https://doi.org/10.1111/cdev.12819
  4. Melissa G. Hunt, Rachel Marx, Courtney Lipson, and Jordyn Young (2018). No More FOMO: Limiting Social Media Decreases Loneliness and Depression. Journal of Social and Clinical Psychology: Vol. 37, No. 10, pp. 751-768. https://doi.org/10.1521/jscp.2018.37.10.751
  5. Šmotek, M., Fárková, E., Manková, D., & Kopřivová, J. (2020). Evening and night exposure to screens of media devices and its association with subjectively perceived sleep: Should “light hygiene” be given more attention?. Sleep health, S2352-7218(19)30258-X. Advance online publication. https://doi.org/10.1016/j.sleh.2019.11.007

Related tags

Was this article helpful?

good feedback
bad feedback

Langganan Newsletter